Langsung ke konten utama

Meninggalkan Teenlit? Will Never Likely

Oke. Harusnya, sekarang ngebahas serial TV Humans, yang menurut jadwal aslinya bakal tayang tanggal 6 Juni kemarin. Tapi, semakin lama, aku semakin kurang sreg mau ngebahas itu. Nggak mood aja, hehe. Dan kebetulan tadi malem nemu ide lain, jadi ya sudah. :3

:::

Teenlit yang pertama kubaca dulu judulnya Knocked Out by My Nunga-nunga versi terjemahan. Habis kubaca dalam dua jam, aku ngerasa ceritanya seru juga (walau sekarang lupa); di samping cuma bisa baca di rumah sepupu karena jaraknya ke rumah sendiri jauh. Bulan Oktober 2010, aku baru kesampaian baca teenlit lokal—Be My Sweet Darling karangan Queen Soraya. Ceritanya so sweet banget buat ukuran anak kelas dua SMP, sampe dibaca ulang sekitar tiga kali ada.



Dari situ, aku mulai beralih ke novel-novel Dyan Nuranindya. Karena belum tahu urutannya, aku beli Cinderella Rambut Pink duluan, baru Canting Cantiq. Ada sesuatu yang menarik dari cerita teenlit yang kubaca, kisah cinta tokoh yang ingin diikuti, juga segala keruwetan dan masa lalu kelam mereka. Pola dan tema yang diangkat mirip-mirip, tapi aku nggak bosen. Aku lanjut beli Rahasia Bintang sama Dealova versi kover lama (yang ilang, nggak dikembaliin, dan bikin galau tiap malam Minggu sampe sekarang TwT). Setiap kata-kata, cerita, melekat banget di otak sampe nggak bisa lepas. Aku juga beli Rock n Roll Onthel, walau belum sempat beli yang keempat, wkwkwk.

Ada satu teenlit yang cukup berkesan: Separuh Bintang-nya Evelyn Kartika. Waktu itu, kayaknya novel ini novel teenlit paling tebel yang pernah kubaca. Jalan ceritanya—lagi-lagi—unik (dan sekarang udah dianggep klise). Cewek yang hancur karena kakaknya meninggal, disusul ibunya beberapa bulan kemudian, terus diadopsi. Saudara angkatnya bad boy yang patah hati gara-gara ditinggal keluar negeri sama temen masa kecilnya. Sedangkan si cewek tokoh utama terjebak cinta segitiga antara si bad boy sama sahabatnya sendiri. (Dan, plis, demi dewa-dewa bintang, aku nge-ship Sha-sha—cewek yang keluar negeri—sama Aldo, sahabat cowoknya Ciya. ;w; As you can see, I’m left hanging. Padahal udah berharap ada sekuelnya, wkwkwk.)

Memang, hal-hal yang disorot di dunia teenlit agak (atau bahkan bener-bener) khayali. I didn’t experience that in my senior high schools, let alone nemu “tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang melihat dari kejauhan”. Sering, kan, nemu adegan gitu di novel teenlit? Percayalah, aku pernah nganggep adegan itu keren dan misterius. Bahkan pernah bikin adegan serupa pas awal-awal nulis. Karena penguntit macam itu jadi “kewajiban” tersendiri yang bikin pembaca penasaran—walau sekarang kalo dipikir-pikir lagi, kok bisa ya aku mikir gitu. Hwhwhw.

Tetep aja, ada rasa seru tersendiri tiap kali melahap bacaan-bacaan itu. Tadi malem aku baca beberapa adegan di Be My Sweet Darling secara acak, dan gemes sendiri lihat interaksi Marsha sama Bima. Padahal udah banyak, kan, plot benci jadi cinta, si cewek judes cowoknya nyebelin. Ya tapi karena ini teenlit lokal pertama yang bikin jatuh hati, my heart never cease to devour it.

Karena teenlit juga, aku jadi tetep bisa baca genre petualangan (Eiffel, Tolong!-nya Clio Freya sampe seri ketiga, dan masih nunggu buku keempat sampe sekarang) sama misteri/thriller (novel-novelnya Lexie Xu—mulai Johan series sampe Omen). Masih ada cinta-cintaannya sih, tapi tema lain juga kecampur. Dan, aku rasa mau dicampur sama genre apa pun, aku tetep suka (nggak tau lagi sih kalo ada hantu-hantunya, hahaha =w=). Moreover, aku bisa nemu cerita yang porsi cinta-cintaannya yang nggak terlalu mendominasi: Starlight karangan Dya Ragil.

Well, aku baca Starlight tahun kemarin, waktu udah semester dua kuliah. Aku tetep ngerasa relatable, karena pas SMA, ya seperti itulah yang aku alami (meski Wulan, tokoh utamanya, jelas lebih cerdas ketimbang aku, hahaha TwT). Konfliknya sederhana, tapi bermakna. Dialog-dialognya cerdas, bahasan tentang astronomi pun nggak ngawur (kayak Finding You among the Stars-nya Eka Annisa). Perkembangan karakter tokoh-tokohnya juga bikin lega. Jelas, dari waktu ke waktu, penulis-penulis teenlit makin berkembang dan karyanya berkualitas. (Kecuali, tentu aja, kayak yang di entri kemarin kubahas! :v)

:::

Aku pernah ditanya, genre favoritku apa. Langsung aja kujawab, “Teenlit, romance, fantasi.” Itu jawaban jujur berdasarkan frekuensi baca di masa pas ditanya (sekarang banyak distopia, wkwkwk). Yang nanya malah dengan percaya diri bilang, “Tapi biasanya lama-lama bakal ninggal genre teenlit ke yang lebih serius kayak pencarian jati diri.”

Bentar, bentar. Emang remaja nggak pernah mengalami pencarian jati diri? Nakal di sekolah (done—what? xP), nyari perhatian guru, dandan pake riasan/aksesori/atribut sekolah heboh (dulu aku sering pake rompi ke SMP padahal jelas nggak boleh, dan kaus kaki kupelorotin sampe nggak kelihatan, kayak orang nggak niat pake kaus kaki :v), punya gebetan, pacaran, bahkan sebel waktu temen sekelas yang ranking satu nyontek pas ulangan bahasa Indonesia dan dapet nilai tertinggi.

Itu semua bentuk pencarian jati diri, in one way or another. Mencari jati diri kan nggak harus dalam konteks sastra serius (nada si penanya terkesan menjurus ke situ). Mencari jati diri juga nggak harus meninggalkan genre teenlit.

Aku udah 20 tahun, dan aku sadar seleraku buat genre teenlit nggak bakal goyah. Pasti aku tetep ketagihan, persis waktu nonton Barbie di TV—bakal tetep seneng dan nggak kebanyakan komen yang sok dewasa. :) Novel-novel terjemahan atau bahasa Inggris yang kubaca juga punya tokoh yang kisaran umurnya 17-18 tahun. Aku toh nggak masalah, aku suka malah. Setiap tokoh dan cerita remaja itu punya lika-liku dan keunikan sendiri yang enak buat diikuti.


Dan aku nggak bakal segampang itu termakan setiran orang-orang soal “pindah genre” (kalo mereka berusaha nyetir sih, LOL :v). Karena aku bisa milih tipe bacaanku sendiri, yang bisa aja berkembang, but will never likely to leave this one. Ever.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Writing Prompt

#NulisRandom2017 #NulisBuku #Day1 Di hari pertama nulis random , aku mau bagi-bagi ”kecurangan” waktu nulis, yakni writing prompt . Writing prompt itu semacam trigger buat nulis, inspirasi yang udah disediain. Jadi kayak menjemput ide dalam arti harfiah. Banyak writing prompt yang bisa ditemuin dari internet, salah satunya Pinterest. Mulai dari dialog, plot, nama tokoh, sampe topik tertentu yang bikin mikir atau bahkan gatel pengin cepet-cepet nulis. Personally , aku suka nulis yang ringan-ringan ( karena yang berat mending buat tugas doang #eh ), terutama di blog. Jadi, dari tiga gambar writing prompts di bawah, aku paling suka yang AU ( alternative universe ) sama pertanyaan untuk mengenal seseorang.  (Yang 200 Questions to Get to Know Someone  agak blur; mungkin kalo cari lagi di Pinterest ada yang lebih jelas, hehe.) Taken from Pinterest Selama tiga puluh—atau, 29—hari ke depan, beberapa topik aku ambil dari gambar-gambar ini. ...