Awal
aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas
baca satu novel romance empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya
menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang
K-nya dua—ditulis “meletakan”.
Kesalahan
itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran “-kan”, juga “-in”, berkembang biak.
Pembaca
yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU
kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan, renyuk jadi merenyukkan, letak jadi meletakkan, masuk jadi memasukkan. Dan lain-lain.
Kalo
kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi
akhiran “-kan”. Contoh: laku jadi melakukan,
temu jadi menemukan, jeri jadi menjerikan, dusta jadi mendustakan. Nggak mungkin kata-kata dasar
ini jadi melakukkan, menemukkan, menjerikkan, atau
mendustakkan; karena bakal kelihatan aneh. Dan salah! Artinya pun udah
beda (bahkan, bisa jadi, nggak ada).
Sekarang,
kesalahan lain ada di awalan “pe-“ (bisa juga “peng-” atau “per-”) dan akhiran
“-an”. BANYAK yang masih nulis huruf K dua kali, padahal maksudnya kata benda, bukan kayak “dimasukkan”
atau “diletakkan” yang memang harus pake dua K.
Misal,
peluk jadi pelukan,
hapus jadi penghapusan, buat jadi perbuatan, letak jadi peletakan. Akhirannya adalah “-an”. Salah kalo ditulis jadi “penghapuskan”, “perbuatkan”,
atau “peletakkan”, misalnya, karena bukan merujuk kata benda. Artinya
pun beda.
Dan,
sayangnya, banyak yang masih nggak sadar udah melakukan kesalahan, dan
tetep aja ditulis seenak jidat.
***
Kesalahan
lain ada di akhiran “-in”. Akhiran ini semacam versi gaul akhiran “-kan”,
biasanya ada di novel-novel remaja dengan kata atau frasa semacam “ngapain”, “tolongin dong”, “udah dikerjain
kok”, “masukin ke tas ya”, dan
lain-lain.
Yang
jadi masalah, lagi, adalah banyak yang pake dua K. Mereka nulis “masukin”
jadi “masukkin”, “tunjukin” jadi “tunjukkin”. Pokoknya, kata dasar yang
berakhiran K bakal ditulis pake dua K seolah ini akhiran “-kan”, padahal
bukan!
Coba
kalo kata dasar lain ditambahin akhiran yang sama, jadi “ngapakin” (maksudnya
malah jadi make kapak 🥲), “tolongkin” (??? 🥲🤌), “kerjakin” (harusnya kerjain udah cukup), “ditambahkin” (wkwkwk),
atau “sebutkin” (maksudnya sebutin).
Contoh-contoh di atas bakal terlihat aneh, plus kurang konsisten juga karena harusnya cukup pakai “-in”.
***
Jadi,
pembaca yang budiman, tolong bedain akhiran “-kan”, “-in”, dan “-an”. Coba dirasai juga kalo mau ngasih dua K—pas dibuat kata dasar
lain, cocok nggak? Betul nggak? Jangan asal ngikutin kaidah, tiba-tiba “-in”
dijadiin “-kin”, tanpa revisi/proses edit lebih lanjut, dan jatuhnya malah aneh dan salah.
Kalo
masih ragu, coba dibaca pake suara. Jarang, kan, denger anak remaja bilang, “Masuk-kin
dong”? (K-nya itu lho, nggak perlu penekanan.) Ada nggak, orang yang bilang “peletakkan”
(yang K-nya lebih ditekankan), atau “memasukan” (yang K-nya kurang
ditekankan)?
Masih
ragu lagi, cek KBBI deh. Nggak susah kok. Tinggal ketik kbbi.kemdikbud.go.id atau PUEBI 2015
yang bisa dicari di Google.
Orang-orang
itu sebenernya bisa, tapi karena nggak ada yang ngasih tau kebenaran dan nggak
ada yang negur, akhirnya dibiarin aja salah.
Emang
enak salah terus-terusan dan selalu nunggu
disuapin. -w-
Komentar
Posting Komentar