Langsung ke konten utama

[Snippet] Cantilever

#NulisRandom2017 #NulisBuku

Kyla menyampirkan syal yang sudah robek di sana-sini, melanjutkan perjalanan ke tepian kota Sabia Utara. Angin berembus kencang, membuatnya menggigil dan mempercepat langkah. Dua jam yang lalu, dia memutuskan tidur siang di cabang pohon apel raksasa dekat perkebunan ayahnya. Tanpa tali yang menjaganya, Kyla terjatuh keras. Gerutuan dan umpatannya bertahan selama sepuluh menit, sebelum akhirnya Kyla memutuskan untuk kembali memanjat, memetik selusin apel dan menyimpan mereka di ransel, dan kembali berjalan.



Kotanya sendiri, Sabia Timur, belakangan dipenuhi orang-orang pengangguran yang duduk-duduk di trotoar dan tengah jalan. Tidak ada kendaraan atau mesin yang berjalan. Toko-toko tutup. Kekurangan bahan bakar yang dialami negaranya benar-benar parah, hingga untuk ke mana-mana, mereka hanya bisa mengandalkan kaki, kuda, atau sepeda kayuh.

Suatu hari, Kyla membujuk ayahnya agar diizinkan menemui The Common—pihak oposisi yang menguasai sektor bahan bakar di tepi Sabia Utara. Melakukan perdagangan dengan mereka sama saja dengan menawarkan diri untuk berkhianat, padahal Solidago—negeri mereka—sudah mengalami banyak kemunduran sejak sepuluh tahun belakangan. Dari awal, mereka sudah kehabisan bahan bakar. Dan tiba-tiba saja semua petinggi seperti melepas tanggung jawab. Membuat rakyat kehilangan harapan...

...atau justru meninggalkan sebagian yang lain dengan kekuatan dan kemampuan. Seperti Kyla.

Kyla sampai di jembatan cantilever yang menghubungkan Sabia Utara dan Timur. Ini rute tercepat yang bisa dia capai dengan berjalan kaki, daripada memutar lewat darat menuju pusat kota, kemudian naik kendaraan dari sana ke pusat Sabia Utara.

Kyla menatap jembatan sepanjang seratus meter di hadapannya. Jalanannya penuh debu. Beberapa permukaan batunya pecah di sana-sini, ditimbun daun-daun yang tertiup dari pepohonan dua kota. Hamparan air di bawahnya menderu-deru. Kyla bahkan ingin menceburkan diri dan mandi, sebelum menemui siapa pun di ujung sana.

Namun, tidak ada waktu. Kyla memantapkan hati sambil menyeberang. Kurang dari tiga puluh menit, dia tiba di ujung, celingukan ke kanan-kiri mencari orang. Jalan di depannya dipenuhi dedaunan. Dari kejauhan, Kyla menemukan tong berkarat yang dibiarkan sendirian di tengah jalan. Matanya menyipit, berharap ada beberapa orang muncul dan memberitahunya arah. Panas matahari membuatnya gerah, berkeringat deras, dan kehausan.

Mungkin hari terlalu terik sehingga penduduk Serbia Utara memilih tinggal di dalam rumah.

Atau mungkin mereka juga sama menderitanya dan Kyla sudah terlambat.

“Hei, minggir!”

Sebuah teriakan membuat Kyla mundur beberapa langkah, sebelum ledakan besar memekakkan telinga dan membuat telinganya pengar. Saat Kyla membuka mata, satu bola api meluncur di udara. Sekilas mirip meteor, hanya saja yang ini terbang, bukan jatuh ke planet mereka setelah ditarik gravitasi.

“Kau gila?” Suara teriakan yang sama menyusul, kali ini disertai sosok orangnya. Kyla mengerjap, menyadari pria di depannya muncul begitu saja. Tanpa terdengar langkah atau gesekan dengan benda apa pun.

Kyla menelan ludah. Berusaha mencari kata-kata untuk menjelaskan situasinya. “Mm, aku Kyla Raveena. Dari Serbia Timur. Aku—”

“Oh,” pria itu mendengus, memotong Kyla, “anak walikota.”

Ada ejekan dalam nada suaranya. Kyla hampir memprotes dan membela diri, tapi sekarang bukan waktu yang tepat. “Kau... kenal siapa pun yang bisa dimintai bantuan di kota ini? Kami kekurangan—ralat, kami kehabisan bahan bakar. Dan kalian punya sumber yang menjanjikan.” Dan bakal lebih baik kalau kalian bagian The Common, tambahnya dalam hati. “Jadi... kami ingin menawarkan—”

“Apa?” Pria itu kembali menyela, kali ini lebih tidak sabar dengan cemoohan yang lebih kentara. “Nona manis, yang barusan kaulihat itu adalah bom luncur otomatis, mengarah langsung ke jantung kotamu. Kau pikir kalian masih bisa selamat?”

Kyla terkesiap. Tapi kekagetannya tidak menguasai. Dia justru berhasil bertanya, “Kenapa...?” Kyla kehilangan kata-kata. Matanya tak henti-henti menatap pria di depannya, ke arah tong berkarat tempat bom tadi diluncurkan, lalu kembali ke pria di hadapannya. Tatapan pria itu tak kalah menyelidik. Rambut cokelatnya yang berantakan ditiup angin, entah bagaimana menambah kesan tegas dan kuat yang didukung tubuh tinggi-tegapnya. Yah, penampilan Kyla sendiri tidak bisa dibilang bagus.

“Rafka!” Beberapa meter di belakang Rafka, satu lagi pria muncul—sekarang Kyla menduga mereka memakai sihir tak kasatmata. Walau sihir sudah lama tak digunakan lagi di Solidago, apalagi untuk “memecahkan masalah” seperti ini.

Pria yang barusan memanggil mendekati mereka. Rambutnya hitam, sehitam matanya yang memancarkan aura kelam. Memandang Rafka, ke Kyla, kembali ke Rafka. “Kau pikir ini bisa ditunda lebih lama lagi?”

Rafka mengedikkan bahu. “Tanyakan pada putri tercinta walikota Serbia Timur ini.” Rafka mengedikkan dagu ke arah Kyla, menantang temannya untuk bicara.

“Aku kemari hanya untuk minta bantuan,” Kyla menegaskan, sengaja cemberut seperti orang merajuk demi mendapat sedikit respek.

Teman Rafka mengembuskan napas, seolah sudah sering mendapat tugas mengurus orang dan harus melewatkan bagian keren dari rencana mereka—apa pun itu. “Nanti,” ucapnya, entah ditujukan pada Rafka atau Kyla. “Raf, kau ditunggu Ria di sana.” Dia memerhatikan Kyla yang siap bicara, lalu kembali berkata, “Jaga-jaga supaya kau tak patah hati, Rafka sudah punya istri. Tapi, yah, kau nggak bakal berurusan dengannya. Santai saja.”

Senyum pria kedua ini membangkitkan amarah yang lebih murni di dada Kyla. Mereka baru saja membunuh—entah berapa banyak orang di kotanya. Dan dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Atau bagaimana dampak yang harus dia hadapi ke depannya.

Satu-satunya cara mencari tahu hanya membuat perhitungan dengan orang-orang ini.


Atau, seharusnya, Kyla diam saja di rumah. Dan tak pernah berpikir untuk mencoba.

***

Aku dapet alur, nama kota dan negara, plus background tokoh-tokohnya dari fantasynamegenerators.com“Berpetualang” di sana bener-bener nggak membosankan! :3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Writing Prompt

#NulisRandom2017 #NulisBuku #Day1 Di hari pertama nulis random , aku mau bagi-bagi ”kecurangan” waktu nulis, yakni writing prompt . Writing prompt itu semacam trigger buat nulis, inspirasi yang udah disediain. Jadi kayak menjemput ide dalam arti harfiah. Banyak writing prompt yang bisa ditemuin dari internet, salah satunya Pinterest. Mulai dari dialog, plot, nama tokoh, sampe topik tertentu yang bikin mikir atau bahkan gatel pengin cepet-cepet nulis. Personally , aku suka nulis yang ringan-ringan ( karena yang berat mending buat tugas doang #eh ), terutama di blog. Jadi, dari tiga gambar writing prompts di bawah, aku paling suka yang AU ( alternative universe ) sama pertanyaan untuk mengenal seseorang.  (Yang 200 Questions to Get to Know Someone  agak blur; mungkin kalo cari lagi di Pinterest ada yang lebih jelas, hehe.) Taken from Pinterest Selama tiga puluh—atau, 29—hari ke depan, beberapa topik aku ambil dari gambar-gambar ini. ...