Langsung ke konten utama

Jakarta, Expert Class, GWP 3 (Bagian 1)

Jakarta

Kamis, tanggal 20 Juli 2017 kemarin, aku berangkat dari stasiun Malang ke Jakarta. Perjalanannya ditempuh selama 15 jam, naik kereta Majapahit. Bareng Mama sama adik, kami nginep di rumah tante di Depok.

Hari Jumat baru sampe, dan sore-sore adikku ngajak hunting foto bus di jalan raya deket rumah tante. Kami berdua sama-sama kaget karena jalan rayanya ruwet banget. Pas macet, berhenti dikit aja, kendaraan pada mencet klakson keras-keras. Adikku sempat nyeletuk, “Aku takut kalo kayak gini.” Aku akhirnya bales, “Ya gitu tuh kalo kamu nyetir motor; bikin aku pengin tobat.” xP

Pasalnya, di Malang, kalo macet ya orang-orang berhenti aja. Misal nglakson, pasti ada pengendara yang ngelanggar aturan. [Tetep tergantung tiap orang juga sih; aku pernah nglakson orang yang jalannya pelan banget, soalnya—jadi sama nggak sabarannya. Wkwkwk.]

Sabtu, kami berangkat ke Grha Niaga Thamrin, menuju Jakarta Creative Hub [btw, di depan gedung, tulisannya beneran GRHA lho, bukan typo. Sayang belum sempat motret waktu itu :')]. Aku dateng kepagian, setengah delapan udah sampe. Tempat masih sepi, belum ada peserta lain; cuma ada beberapa panitia yang lalu-lalang. Karena masih ditemeni Mama, adik, sama Tante di luar JCH, kami disuruh masuk sama panitia. Aku beneran kayak orang ilang banget di situ. Kepikiran foto-foto pun enggak, karena aku malu. Setelah dipikir-pikir lagi, siapa sih yang merhatiin? LOL. =w=

Akhirnya, kami berempat balik lagi ke bawah, cari makan di deket Thamrin situ. Baru balik ke Grha Niaga sekitar jam 8.05. Aku ngeliat satu orang yang baru masuk, dan ternyata bener—Kak Hani Dewanti! Aku langsung nyapa dia, suaraku gede menggema di lobi, tapi bodo amat yang penting manggil. Wkwkwk.

Kami akhirnya ke lantai satu berlima naik lift (lantai yang paling bawah disebut Ground—ngingetin ke materi kuis semester 1 aja, walau agak lupa :P).

Fast forward ke hari Minggu, kami packing sejak pagi (mamaku doang sih, aku masih tidur-tiduran sampe jam 8 terus sarapan). Kami berangkat ke Stasiun Pasar Senen jam 10, terus sampe sana sekitar jam setengah 12. Ternyata, antrean di Pasar Senen nggak bisa langsung masuk ke ruang tunggu. Alhasil, kami nunggu di luar garis merah sampe jam 12. Adikku duluan nyetak tiket, sementara aku merhatiin banyak orang yang hilir-mudik—mulai dari petugas yang ngarahin penumpang, ngangkat barang, sampe penumpang yang tanya-tanya dan para pengantar.

Perjalanan pulang lebih cepet, sekitar dua belas jam, naik kereta Jayabaya. Kereta berangkat jam satu siang, sampe Lawang—Jawa Timur—jam setengah dua pagi.

Aku paling nggak percaya pas udah sampe rumah. Rasanya baru kemarin ngeliatin gedung-gedung pencakar langit, ngelewatin tol yang sepi dan ngerasain kecepatan 100 km per jam, juga tahu daerah SCBD yang biasanya muncul di novel-novel romance.

I know, I’m such a jelata(?); tapi aku suka lihat suasana Jakarta yang kayak gitu. Mungkin kapan-kapan kalo udah sering latihan selfie(???), aku jadi punya keberanian buat foto-foto. :")


Expert Class

Masuk ke Classroom A pagi-pagi, aku kenalan sama beberapa orang, dan ikut wefie bareng. Sebelumnya, aku udah janjian ketemu sama Kak Laili Muttamimah—dan pas dia masuk ruangan, aku menahan napas sok kehabisan oksigen. Mau nyapa nggak berani, soalnya ntar kayak teriak-teriak gila gitu. Pas pindah ke bagian kanan ruangan, aku curi-curi pandang lagi ke Kak Laili. Pengen ngirim pesan WA buat noleh, nggak berani. Baru pas istirahat makan siang, Kak Laili manggil aku duluan dan akhirnya kami ngobrol.

Selain Kak Laili sama Kak Hani, aku juga ketemu Kak Yessie L. Rismar sama Kak Felis Linanda, juga anak-anak dari grup WhatsApp Expert Class. Aku kenal beberapa dari foto yang bertebaran di media sosial, tapi pas udah mau kenalan, langsung kagok sendiri. Belakangan, aku mikir, apa susahnya sih senyum, ngulurin tangan, nyebut nama, terus minta foto bareng? (Ini kenapa foto-foto jadi dilema tersendiri dari tadi. :v)  Yah, pokoknya, aku menyesal karena nggak berani minta foto bareng duluan, selain yang udah diajak duluan gitu. Maafkaaaan. :") __/\__

Masuk ke Expert Class-nya deh, dari tadi ngelantur aja. :p

Aku masuk kelompok satu, jadi urutan kelasnya lumayan bertahap(?): mulai dari Ide dan Karakter (Tere Liye), Narasi (Aan Mansyur), Plot (Rosi L. Simamora), cerita dari Kak Hetih Rusli (caranya ngebawain materi enak banget!), dan Author Online Presnce (Bernard Batubara).

Catetanku berantakan banget, tapi aku coba rangkum deh.



Ide dan Karakter (Tere Liye)

Ide = segala sesuatu di sekeliling kita.

Penulis yang baik bisa menemukan ide dari sudut pandang spesial. Sudut pandang spesial ini kayak hal yang nggak dipikirkan kebanyakan orang. (Yang sempat disinggung dikit sama Aan Mansyur—dia tanya apa yang kita bayangkan pas dia nyebut kata merah, sedangkan Tere Liye nyebut kata hitam.)

Kami diminta nulis satu paragraf dengan kata “hitam”, tapi yang nggak melibatkan warna, kesedihan, kegelapan, dan hal-hal semacamnya. Contoh yang dikasih Tere Liye kayak gimana warna hitam bisa nggak terlibat dalam rangkaian warna pelangi, atau gimana ada kuda hitam sama mobil hitam yang berpacu di jalan aspal hitam yang kalimatnya dirangkai kayak soal cerita di buku fisika gitu (tentang kecepatan mereka sampai di tempat tujuan).

Secara singkat, aku menyimpulkan penulis harus bisa menghubungkan dua hal (atau lebih) yang nggak berhubungan. Yang akhirnya membentuk sudut pandang baru, spesial, dan nggak dipikirkan kebanyakan orang.

P. S.: Ada pesan yang keren juga dari Kak Tere—kalo jadi penulis, harus keras kepala, maksa, supaya bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin buat nulis sampe bisa terbit. x)



Narasi (Aan Mansyur)

Pada dasarnya, pekerjaan penulis adalah menulis, dan senjata mereka adalah kalimat. Ada beberapa poin yang bisa diambil:

·         Kalimat adalah miniatur cerita.
·         Kalimat pertama harus menyediakan ruang untuk kalimat berikutnya.
·    Kalimat bisa dipecah, disusun lewat adegan satu per satu, supaya menimbulkan pertanyaan. Di dalamnya, cerita dicicil sedikit demi sedikit.

Kemarin yang jadi contoh kalimatnya Kak Deni Kusuma, tapi mari pakai kalimatku sendiri di cerita Tak Pernah Berkurang (yang Sabtu kemarin kutulis ulang):

“Astaga.” Boy mengembuskan napas, menatap Gadis—sepupunya—dengan pandangan tak berdaya.

Seharusnya, aku nggak nyebut dulu Gadis itu siapa, supaya pembaca penasaran dan pengen terus baca. Kata keterangan kayak “sepupu” itu bisa dicicil belakangan, jadi senjata yang meyakinkan.

Itu pun kayaknya kalimat pertamaku nggak jelas mau fokus di “astaga”, reaksi Boy, atau kondisi Gadis. :3 Sering-sering lihat cara penulis di novel membentuk kalimat aja, dan juga latihan, supaya terbiasa.

·         Kalimat harus membuat cerita maju.
·         Kalimat punya ketukan, kayak musik.
·         Pake rumus 2 - 3 - 1
2: agak penting
3: tidak penting
1: penting

Kayak di kalimatku tadi: mana yang lebih penting—pandangan Boy, Gadis, atau info soal sepupu?

[Terima kasih banyak sama Kak Yessie yang mau kusontek soal 2-3-1, karena catetanku sebelumnya sesat. :3]

·   Tempo cerita diatur lewat variasi kalimat (panjang/pendek). Karena kalo panjang semua, atau pendek semua, jadinya bisa membosankan, atau pembaca bakal ngos-ngosan.

Pesan-pesan dari Kak Aan Mansyur:

1) Menulis ulang membuat penulis jadi lebih bagus, bukan cuma membuat cerita jadi lebih bagus.

2) Cari tahu mana yang bukan kamu, supaya tahu siapa kamu (Kak Aan bilang, dia coba nulis ulang salah satu novel Pramoedya Ananta Toer sampe tahu pola kalimat yang kurangkum di atas).

3) Ketika membuat kalimat, libatkan pertanyaan/bagian kecil mana yang harus dijawab.

4) Cerita bukan teka-teki. Yang penting, pembaca mau meniti dan menjelajahi setiap kalimat.


Bersambung ke bagian 2.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Writing Prompt

#NulisRandom2017 #NulisBuku #Day1 Di hari pertama nulis random , aku mau bagi-bagi ”kecurangan” waktu nulis, yakni writing prompt . Writing prompt itu semacam trigger buat nulis, inspirasi yang udah disediain. Jadi kayak menjemput ide dalam arti harfiah. Banyak writing prompt yang bisa ditemuin dari internet, salah satunya Pinterest. Mulai dari dialog, plot, nama tokoh, sampe topik tertentu yang bikin mikir atau bahkan gatel pengin cepet-cepet nulis. Personally , aku suka nulis yang ringan-ringan ( karena yang berat mending buat tugas doang #eh ), terutama di blog. Jadi, dari tiga gambar writing prompts di bawah, aku paling suka yang AU ( alternative universe ) sama pertanyaan untuk mengenal seseorang.  (Yang 200 Questions to Get to Know Someone  agak blur; mungkin kalo cari lagi di Pinterest ada yang lebih jelas, hehe.) Taken from Pinterest Selama tiga puluh—atau, 29—hari ke depan, beberapa topik aku ambil dari gambar-gambar ini. ...