Langsung ke konten utama

10 Novel Lokal yang Cocok Jadi Film

Belakangan, banyak banget novel yang diangkat ke layar lebar. Notifikasinya pun banyak bertebaran di pencarian Instagram, nggak ketinggalan sama trailer yang udah rilis di YouTube. Ribuan orang nggak sabar nunggu hari-H buat nonton; sementara aku mikir, sebenernya ada beberapa novel lokal lain yang cocok dijadiin film layar lebar atau serial TV.

1. A untuk Amanda oleh Annisa Ihsani

A untuk Amanda ini bercerita tentang seorang gadis yang hidupnya baik-baik saja, tapi justru terkena depresi. Amanda digambarkan sebagai siswa pintar, kritis, dan kadang bingung sendiri pas pengin ngedeketin cowok. Lika-liku hidupnya cukup relatable buatku—dan, apparently, buat beberapa pembaca lain juga. Detail-detail tentang depresi, ekskul Amanda, juga pengetahuan lain bikin novel ini berbobot. Porsi cinta-cintaannya juga pas; nggak terlalu pahit, juga nggak terlalu manis.


Novel ini cocok jadi film karena ngasih angin segar buat tema cerita remaja. Apalagi, banyak orang yang masih takut mengakui diri sendiri terkena depresi; padahal itu penyakit yang wajar, dan mereka nggak sendirian. Kalo dijadiin film, ceritanya bisa jadi semacam kampanye supaya orang tetep bertahan hidup, walau terasa sulit dan cenderung pengen putus asa sekalipun.


2. Starlight oleh Dya Ragil

Cerita ini juga sama berbobotnya kayak A untuk Amanda. Bertema astronomi, tokoh-tokohnya dihadapkan sama persaingan akademis di sekolah, dibalut masa lalu mereka yang rumit dan ngasih pondasi bagus ke konsep utama. Banyak novel yang udah ngangkat tema astronomi, dan di Starlight, penggambarannya keren banget. Astronomi emang bidang yang jarang diminati di sekolah, terutama SMA. Apalagi kalo udah ada olimpiade—yang lolos seleksi dan ikut pembinaan bisa diitung pake jari. Novel ini realistis dari segi itu, dan relatable.



Dialog antartokoh juga cerdas. Nggak ada yang menggurui karena setiap pengandaian (yang juga berhubungan sama perbintangan) punya korelasi sama kondisi mereka saat itu. Porsi cinta-cintaannya standar, nggak terlalu mendominasi, juga nggak terlalu tenggelam. Kalo dijadiin film, ceritanya bisa ngasih kekayaan pengetahuan soal astronomi; nggak dari segi ilmu doang, tapi juga seberapa “populer” bidang ini pas masuk ke ranah pendidikan.


3. Zero Class oleh Pricillia A. W.

Masih cerita remaja, Zero Class ini novel trilogi tentang perjuangan anak 11 IPS 4 melawan diskriminasi di sekolah mereka. Kondisi kayak gini mungkin banget terjadi di beberapa sekolah. Guru cenderung membandingkan murid untuk alasan yang sebenernya sepele dan nggak masuk akal (entah karena murid nakal lah, belum paham pelajaran lah). Tokoh utamanya—Gita—langsung jadi penggerak revolusi di kelas barunya; dan perjuangannya nggak selalu berjalan mulus. Dia juga terlibat kisah sama Radit, cowok alpha di kelasnya, sama Nathan, sahabatnya sejak kecil yang jadi ketua OSIS dan sekarang kayak anti banget sama Gita.




Kerumitan di novel ini bikin cerita jadi seru untuk diikuti. Kalo jadi film, mungkin ada yang berubah (kayak Gita jadian sama Nathan misalnya #eh #ngimpiajasana), terus pertanyaan yang belum terjawab jadi lebih tercerahkan (kayak pas siapa-itu-lupa-di-buku-satu bilang suka sama temen sekelas, tapi nggak dijelasin lagi). Karena ceritanya rumit, mungkin bisa dikembangin jadi novel pertama, kedua, sama ketiga kayak Harry Potter gitu. Atau bahkan jadi serial TV, biar sinetron Indonesia nggak gitu-gitu aja. :)


4. Best of the Best oleh Luna Torashyngu

Best of the Best ini nggak berhubungan sama novel pertamanya (yang udah difilmkan), Beauty and the Best. Tokoh utama di sini berganti jadi Muri, hacker andal yang bekerja jadi model dan memecahkan kasus-kasus besar yang membahayakan. Ada empat seri sebelum ceritanya tamat: Best of the Best, Golden Bird, Golden Bird Alpha (cerita tentang Golden Bird generasi pertama, jadi semacam flashback gitu), sama Golden Bird Ultimate.




Semuanya seru dan berbobot kalo dijadiin film. Misalkan terlalu panjang pun, bisa dibikin serial TV. (Again, supaya sinetron Indonesia nggak gitu-gitu aja.) Apalagi pas di Golden Bird—itu pas kondisi belum seberbahaya di Ultimate dan twist-nya pun juara. Mungkin nanti kalo jadi film, ada satu-dua hal yang bisa berubah, kayak tokoh favoritku tetep hidup alih-alih meninggal di halaman 52 seri terakhir, misalnya. TwT Dan biar sekali-sekali ada novel remaja yang berpetualang dikit (aku belum terlalu update soal film Indonesia sih, hwhwhw).


5. Eiffel, Tolong! oleh Clio Freya

Sudah ada tiga buku buat seri Eiffel, Tolong! ini. Buku keempat belum rilis sampe sekarang, tapi ceritanya dari buku pertama selalu worth it buat diikuti. Bercerita tentang Fay, gadis yang berlibur ke Paris dan diculik untuk jadi agen rahasia. Dari buku ke buku, masalah Fay makin rumit, banyak pengorbanan yang harus dia buat, juga—tentu—urusan cinta dan keluarga yang ikut mengimbangi.



Seri ini cocok buat jadi film layar lebar yang berlanjut, kayak Harry Potter atau Narnia, maupun jadi serial TV. Banyak tokoh yang terlibat, konflik pun rumit, dibarengi dengan pengetahuan yang berbobot. Ada kejutan di setiap akhir cerita, dan rahasia yang bikin pembaca bertanya-tanya. Kalo jadi film, adegan-adegan yang tertulis itu bisa dibayangin dengan lebih solid dan seru. Apalagi keluarga McGallaghan, dengan semua fasilitas kantor dan agen yang tangkas nan cerdas, nggak pernah gagal bikin tergila-gila. Sangat, sangat layak jadi konsumsi publik.


6. Khatulistiwa oleh Edward Stefanus Murdani

Cerita ini juga bertema petualangan, tentang Alex dan Siska yang mengarungi perairan barat Nusantara, dalam rangka kabur setelah ada masalah di keluarga mereka. Alex dan Siska baru lulus SMA pas nekat memutuskan menyeberangi lautan. Alex sendiri digambarkan sebagai cowok yang ngerti navigasi dan pandai mengendalikan kapal. Petualangan mereka menemui beberapa halangan, dan konklusi di akhir tergolong memuaskan.



Chemistry yang terbangun antara Alex dan Siska bener-bener natural. Apalagi, mereka udah mengarungi banyak pulau di Indonesia—yang bikin pembaca jadi lebih banyak ngerti tentang tempat di negeri sendiri. Kalo jadi film, aku ngebayangin suspensnya jadi semacam Petualangan Sherina gitu. Menegangkan, sekaligus bikin penasaran!


7. Transpondex oleh Ronny Fredila

Transpondex bercerita soal Rima, anak ilmuwan, yang mencari ayahnya ke masa depan. Genrenya fiksi ilmiah, tapi ada unsur sejarah yang terlibat dan berlatar di masa depan. Nama-nama kayak Arjuna, Srikandi, Nakula, Sadewa bertebaran sebagai tokoh. Tempat-tempat pun masih berhubungan sama Indonesia. Plus, ada penjelasan seru juga tentang Segitiga Bermuda, yang tentu masih berhubungan sama cerita.



Kalo jadi film, animasi dan adegan berantemnya harus juara supaya nggak ngerusak ekspektasi. Timeline cerita pun harus diperhatikan sejeli mungkin. Yang jelas, ceritanya seru dan bakal ngasih angin segar karena unsur ilmiah dan sejarah yang digabung dengan sukses di sini.


8. Magical Seira oleh Sitta Karina

Masih bertokoh remaja, novel Sitta Karina ini bercerita tentang Seira, gadis yang terlempar ke dimensi lain dan bertemu orang-orang yang wajahnya mirip dengan mereka yang Seira kenal di dunia nyata. Pangeran jahat di dimensi itu, Seth, mirip banget sama Abel—cowok yang ditaksir Seira. Seth pengin menguasai dunia, hampir membahayakan temen-temen Seira di dunia nyata. Dan kenyataan tentang hidup “susah” Seira terkuak di seri terakhir.




Magical Seira ini terdiri dari tiga novel dan satu novela sebelum seri terakhir. Kalo dijadiin film, cocok jadi yang langsung tamat, atau jadi serial TV. Idenya segar, relatable sama dunia remaja, plus seru karena ngelibatin sihir dan imajinasi yang “kaya warna”. Sitta Karina berhasil menggambarkan tiap tokoh dan motivasi mereka dengan keren. Bangunan dunia fantasinya juga jelas, seakan mengundang orang buat tinggal di sana. Elemen-elemen sihir yang dilibatin juga menarik, sekaligus berguna buat alur. Bakal ngasih angin segar juga karena genre fantasi jarang disorot. Mungkin, segera. Amin. :)


9. Eldar: Violin dan Negeri Salju Abadi oleh K.A.Z_Violin

Kalo di Eldar, tokoh-tokohnya masih berkisar antara 8 sampai 9 tahun. Mereka tinggal di negeri yang diselimuti salju. Peran utamanya, Violin (dia cowok), nggak percaya sama dongeng Eldar yang dipercaya temen-temennya. Sampe suatu hari, Violin takut Firelia (teman terdekatnya) hilang sesuai mimpi buruk yang sering Violin lihat. Violin dan temen-temennya berangkat ke Eldar, dan menghadapi macam-macam bahaya dan menguak masa depan yang mengerikan.



Banyak rahasia yang tersebar di sepanjang buku, bikin bertanya-tanya meski petunjuknya udah kentara. Sejauh ini baru terbit satu buku, meski jelas bakal ada lanjutannya, yang semoga bisa cepet terbit juga. :3 Kalo jadi film, durasinya bakal panjang dan sering menimbulkan pertanyaan. Bangunan dunianya juga bakal terlihat cantik, diimbangi sama pertempuran sihir yang epik. Hmm, makin nggak sabar biar keturutan nih!


10. Ther Melian oleh Shienny M. S.

Salah satu cerita fantasi yang tokoh-tokohnya tergolong remaja juga. Bercerita tentang Vrey, pencuri berumur 18 tahun, yang mencari jubah Nymph ditemani Aelwen, cewek cantik yang udah sekamar tiga tahun bareng Vrey. Cerita utama lain berpusat di Valadin, elf yang bertujuan membawa perubahan di sistem pemerintahan tetua elf lain. Dia dan teman-teman seperjuangannya pergi mencari relik sihir untuk mendapat kekuatan Aether. Di tengah perjalanan, Valadin dan Vrey bertemu, saling menghalangi tujuan satu sama lain, dan menguak rahasia yang ada seiring berjalannya waktu.


Di seri ini, nggak ada konsep baik melawan jahat. Tiap tokoh bener-bener abu-abu, punya kejahatan dan kebaikan sendiri-sendiri. Konsep abu-abu ini juga bikin dilema mau mendukung pihak mana; karena bikin ngerasa sayang kalo ada satu aja yang kalah. Maunya menang semua.

Kalo jadi film, bisa sekalian jadi kampanye buat menyayangi lingkungan; karena di sini juga sering ngebahas alam yang rusak karena mesin-mesin yang ngeluarin polusi. Bisa jadi film yang berseri, berdurasi dua-tiga jam, maupun serial TV. Cocok kalo dijadiin cerita berepisode panjang.

***


Nah, itulah sepuluh novel lokal yang menurutku layak jadi film. Cerita-ceritanya berkesan dan bakal seru kalo bisa hadir dalam bentuk visual. Mungkin kalian tahu novel-novel lain yang nggak kalah bagus, dan cocok dijadiin film? :3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Writing Prompt

#NulisRandom2017 #NulisBuku #Day1 Di hari pertama nulis random , aku mau bagi-bagi ”kecurangan” waktu nulis, yakni writing prompt . Writing prompt itu semacam trigger buat nulis, inspirasi yang udah disediain. Jadi kayak menjemput ide dalam arti harfiah. Banyak writing prompt yang bisa ditemuin dari internet, salah satunya Pinterest. Mulai dari dialog, plot, nama tokoh, sampe topik tertentu yang bikin mikir atau bahkan gatel pengin cepet-cepet nulis. Personally , aku suka nulis yang ringan-ringan ( karena yang berat mending buat tugas doang #eh ), terutama di blog. Jadi, dari tiga gambar writing prompts di bawah, aku paling suka yang AU ( alternative universe ) sama pertanyaan untuk mengenal seseorang.  (Yang 200 Questions to Get to Know Someone  agak blur; mungkin kalo cari lagi di Pinterest ada yang lebih jelas, hehe.) Taken from Pinterest Selama tiga puluh—atau, 29—hari ke depan, beberapa topik aku ambil dari gambar-gambar ini. ...