Langsung ke konten utama

Goodreads Reading Challenge

#NulisRandom2017 #NulisBuku

Selama setengah perjalanan di tahun 2017, aku sering mikir, aku nggak punya waktu yang cukup buat baca novel online. Aku ngerasa, aku harus nyelesaiin tumpukan novel yang terbengkalai belum dibaca. Terus, muncul kesadaran: novel-novel di kamar udah cukup jadi bahan bacaan kok.

Padahal sebenernya, aku cuma berusaha menuhin Goodreads Reading Challenge! Kesadaran di atas terbentuk tanpa diniatkan maupun direncanakan. Muncul gitu aja secara alami. Mungkin karena aku nggak mau dikejar-kejar deadline dan bener-bener pengin menuhin challenge.

taken from unsplash.com

Awal aku ikut Goodreads Reading Challenge tuh tahun 2015. Aku narget tiga puluh buku, dan sebenernya udah baca sekitar 32-an. Sayang, nggak kecatet karena waktu itu Goodreads belum punya fitur baca lebih dari sekali (aku baca The Scorch Trials-nya James Dashner yang bahasa Inggris empat hari; disusul yang bahasa Indonesia sekitar sebulan [I knooow, such a much longer progress!] di bulan April]). Terus, di akhir tahun, aku baca Perahu Kertas-nya Dee dalam enam hari—selesai tepat tanggal 31 Desember. Karena waktu itu aku nggak online, aku nggak bisa nulis review. Eeeh, pas tanggalnya udah kuatur tanggal itu, malah nggak kecatet. Ya sudah. =w=

Tahun 2016, aku nggak ikut GRC. Aku takut nggak bisa menuhin target, apalagi waktu tahu tahun 2014 aku berhasil nyelesaiin sekitar 40 buku, lebih banyak sepuluh buku daripada 2015. Jadi aku baca aja pas lagi pengin. Aku sempat baca Narnia keenam, tapi belum selesai (sampe sekarang!), jadi aku nggak cantumin. Padahal Narnia kelima juga kukasih bintang aja walau belum selesai. Entahlah kok jadi males baca Narnia, wkwkwk.

Progres baca di tahun 2016 meningkat dibanding tahun2015. Aku sempat baca ulang Mockingjay-nya Suzanne Collins, terus baru kutambahin pas 2017. Aku baca beberapa komik (punya Ema Toyama yang dewa-dewa itu, sama Detektif Conan). Alhasil lumayan banyak juga target yang dicapai, walau nggak ikut challenge.

Barulah pada tahun 2017, aku memberanikan diri untuk ikut GRC lagi. Kali ini aku narget 50 buku. Aku belajar dari tahun sebelumnya: baca buku pendek nggak masalah, asal target tercapai. Jadi, bulan Januari kemarin, aku baca dua novela yang masing-masing habis dalam sehari. Akhirnya sebulan aku bisa nyelesaiin tujuh novel (itu buatku udah banyak banget! Wkwkw). Sampe bulan Juni, aku berhasil nyelesaiin 20+ buku.

FYI, buku kuliah yang tebelnya minta ampun—tentang TEFL—juga kumasukin GRC tahun ini. Well, sebenernya aku nggak baca setiap kata yang di sana. Tapi, sebagian besar udah. Karena tugas, penasaran, presentasi, dan ulangan. Jadi secara nggak langsung, aku udah baca sampe akhir walau lebih ke skimming, hwhwhw. I know, kesannya curang. Tapi semester kemarin I’d done a lot. As long as I have myself to validate what I do, I quite believe I deserve it. :3 :P

Targetku belum sebombastis orang lain yang bisa narget 75, 100, 300, bahkan 500 buku buat setahun. Memang ada yang sering baca novel buat nutupin jumlah itu. Dan, at some point, aku juga pengin bisa 75 atau seratus. Terus, setelah mikir-mikir, kok nggak wajar juga. Stok bukuku banyak, tapi nggak sebanyak itu. Lagian, apa ntar aku nggak mendem lihat target yang overwhelming?

taken from unsplash.com

Akhirnya aku “jadi diri sendiri” aja. Aku cuma pengin bisa cepet baca kayak dulu lagi—pada dasarnya mengalahkan diri sendiri. Aku inget, dulu selesai baca Marriageable-nya Riri Sardjono kurang dari sehari. Waktu itu liburan semester satu kelas 12, aku baca pas malem hari, terus paginya selesai. Tahun 2015, aku baca Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh-nya Dee mulai jam 9 pagi sampe jam 11 malem. Nah, gaya membaca kayak gitulah yang aku cari.

Mungkin bakal tersendat karena sibuk kuliah dan nugas. Tapi aku masih punya setengah tahun untuk mencoba. Lagian, mengutip salah satu dosen: if you want to master reading, read a lot; if you want to master writing, write a lot.


Percaya aja kalo setiap pengalaman membaca itu berharga. Dan, tetep inget buat bersenang-senang. Niscaya (#halah) kamu bakal bisa baca cepet lagi. Semangaaaat! d^3^9

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Tanda Baca ”Aneh-aneh”

#NulisRandom2017 #NulisBuku Pertama kali nulis fiksi, aku belum ngerti-ngerti amat sama tata bahasa. Setelah titik, atau koma, aku langsung ngelanjutin kata berikutnya. Jadi nyambung-nyambung gitu. Kata depan di- pun masih banyak yang kugabung-gabung sembarangan, termasuk bingung mana yang bener antara ”dimana” sama ”di mana”. Makin lama, aku mulai niru tata bahasa di komik, terus di novel. Aku merhatiin banyak hal yang belum aku tahu, entah gimana termotivasi buat jadi bener , walau bahasanya tetep gaul gini. Wkwkwk. taken from unsplash.com Salah satu yang paling kentara tuh cara penerbit bikin tanda petik. Dari satu dan yang lain, kelihatannya sama aja. Tapi, buat novel-novel Gramedia Pustaka Utama, cirinya adalah tanda petik ngebuka ke kiri: ”............................” Normalnya kan “..............................” yang buka-tutup gitu. Dan karena udah terbiasa merhatiin, aku jadi ngerti. Plus, kalo ada tanda strip panjang, di akhir-akhir tetep pake yang ...