Langsung ke konten utama

Yang Kusuka dari Genre Distopia


Sebenernya, banyak. Mungkin aku juga bakal mengacu ke The 100 karena kesadaran akan pertanyaan di atas muncul setelah baca novel itu. :3

Cerita distopia umumnya berkisar di latar masa depan, dengan kondisi negara yang unik, sekaligus diperintah pemimpin yang diktator. Beberapa cerita dari genre ini bahkan dinilai sederhana—atau, yang lebih kejam, terlalu “anak-anak”—macem The 100 atau The Selection. Tapi, nggak peduli berapa kali pun dipuja-puji (LOL), aku justru sukaaa banget sama model cerita kayak gitu.



Di The 100, semua remaja yang terdampar di Bumi harus berjuang buat bikin tempat tinggal. Mulai dari ngebangun rumah pake kayu, memanfaatkan barang-barang dari pesawat yang masih bisa dimanfaatkan (kaleng buat ambil air, kain yang bisa dipake jadi selimut), sampe nyari sumber air dan makanan.

Sumber air dan makanan itu yang bikin aku sadar: selama ini aku take everything for granted.

Yep, aku ngerasa aku menyia-nyiakan sumber air dan makanan yang aksesnya cukup gampang sepanjang hidupku. Karena udah sering ditemui sehari-hari, aku nggak mengang-gap dua hal ini primer-primer amat. Air ya air; makanan ya makanan. Udah. Nggak ada pikiran tentang dampak ke depannya kalo dua itu hilang atau berkurang.

Masalah keselamatan juga sering kulupakan. Di cerita petualangan, udah sewajarnya kalo tiap tokoh punya jadwal jaga tiap malam. Apalagi kalo tokoh utama punya konflik sama pemimpin yang posisinya tinggi; wuh, tidur aja bisa nggak tenang. Dikit-dikit takut diserang. Dikit-dikit khawatir orang kesayangan bakal terancam.

Meanwhile, di masa sekarang, yang kuributin jauh lebih superfisial. Ya masalah popularitas di media sosial, ditolak penerbit berkali-kali, ngerasa ampas. Meski nggak kumungkiri juga aku lebih milih hidup di zombie apocalypse sih. #ups

Lanjut.

Tokoh-tokoh di cerita distopia juga jarang yang bisa leha-leha ngelanjutin hobi. Mereka bisa jadi digambarkan passionate sama ngelukis, main musik, olahraga, dan hal-hal lain semacam itu. Cuman, terlalu fokus ke situ nggak bakal serta-merta nyelametin nyawa mereka. Skill yang berguna paling juga tahu cara nembak, berburu, masak, bertahan, sampe bikin strategi bersembunyi/berlindung/bahkan perang. Lengah dikit aja, udah ilang tuh nyawa. :')

Sementara di dunia sekarang, udah enak nulis tinggal nulis, isi pikiranku ribeeet aja. (Ya mungkin emang perlu diribetin sih. #eh) Pokoknya kurang cermat kayak tokoh-tokoh distopia itu deh.

Makanya, alasan-alasan di atas selalu bikin aku suka sama genre distopia. Selain sebagai pelarian, mereka bisa jadi bahan renungan. Mungkin genre distopia nggak segahar buku sastra, dan yah, okelah kalo ada yang bilang selera bacaanku terlalu “anak-anak”. :) Masalahnya, interpretasi setiap orang, ditunjang pengalaman hidup mereka, bisa menuntun mereka ke mana aja tiap kali baca sesuatu. Hanya karena genre tertentu dicap “anak-anak”, bukan berarti pembaca nggak bakal dapet apa-apa, kan?

Begitulah, man-teman. Aku pun sadar, untuk seterusnya, bakal susah move on dari genre yang bikin aku jatuh cinta tanpa tedeng aling-aling ini. Hehehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Tanda Baca ”Aneh-aneh”

#NulisRandom2017 #NulisBuku Pertama kali nulis fiksi, aku belum ngerti-ngerti amat sama tata bahasa. Setelah titik, atau koma, aku langsung ngelanjutin kata berikutnya. Jadi nyambung-nyambung gitu. Kata depan di- pun masih banyak yang kugabung-gabung sembarangan, termasuk bingung mana yang bener antara ”dimana” sama ”di mana”. Makin lama, aku mulai niru tata bahasa di komik, terus di novel. Aku merhatiin banyak hal yang belum aku tahu, entah gimana termotivasi buat jadi bener , walau bahasanya tetep gaul gini. Wkwkwk. taken from unsplash.com Salah satu yang paling kentara tuh cara penerbit bikin tanda petik. Dari satu dan yang lain, kelihatannya sama aja. Tapi, buat novel-novel Gramedia Pustaka Utama, cirinya adalah tanda petik ngebuka ke kiri: ”............................” Normalnya kan “..............................” yang buka-tutup gitu. Dan karena udah terbiasa merhatiin, aku jadi ngerti. Plus, kalo ada tanda strip panjang, di akhir-akhir tetep pake yang ...