Langsung ke konten utama

Rave Review: Dan Hujan pun Berhenti

Someone said that romance is a fantasy, but sometimes the line between sanity and flattery is thin, especially for stories like Dan Hujan pun Berhenti. (Wow it rhymed I’m okie dokie happy) :”)

Ini sebenernya lebih ke rant review daripada “rave” sih. Urutannya pun nggak beraturan, karena aku udah males mikir setelah hampir seminggu mencoba ngabisin buku ini di iPusnas. Bakal ada major spoilers yang aku jabarkan, jadi hati-hati bagi yang belum baca. :3

Baca ini kudu inget kalo Leo masih kelas 11 SMA dan mungkin jiwa pemberontaknya masih berkobar, cuman dia udah kelewatan dan keterlaluan. Dia ngatain guru dan temen-temennya sendiri sebagai hewan, minta alamat Spiza ke guru TU setelah mukul guru yang bersangkutan, habis itu masih maksa mau masuk ke rumah Spiza.

Nggak berhenti di situ. Setelah ngerusak mobil Tyo, malah Luthfi—temen yang dia sebut bebek di hlm. 60-an itu—yang ngeganti rugi. (Meski ternyata nggak dibayar beneran, Leo tetep nggak mau ganti rugi; padahal dia udah salah dua kali.) Pas Leo dikonfrontasi, Leo cuma ketawa dan teriak macem ga terima gitu. Sebagai kakak Leo, Cashey bener. Guru BP-nya bener (walau caranya menindaklanjuti kasus salah): Leo terlalu liar. Mending diruqiah aja sekalian :")

—hlm. 86; entah kenapa aku kurang suka sama kontras Leo di sini. Spiza dibikin takjub sama sikap ramah dan baik Leo yang berbanding terbalik sama temperamennya di perpustakaan. Tapi, posisi Leo lagi bertamu ke rumah Spiza. Dia duluan yang mancing emosi cewek itu. Dan begitu tepat sasaran, Leo merasa “puas” lihat Spiza marah-marah karena Leo ngerasa di atas angin. Dia bisa tenang, nggak terpancing, dan merasa bisa “mengotak-atik” Spiza. That’s sick and manipulative. Tapi Spiza malah takjub? Kalo mereka pacaran, yang ada Spiza bakalan tambah stres sih wkwkwk.

—hlm. 96; “mengeluarkan seluruh unbearable pain-nya” Kenapa nggak pake diksi bahasa Indonesia aja sih daripada kerasa nggak nyambung gitu? Mana banyak grammar yang salah, lagi. :")

—hlm. 97; Leo nyela omongan Sylvia, tanya kapan Sylvia bisa dia pake. Sylvia jelas kaget, tersinggung, marah; eh si Leo malah ngomporin cowok-cowok di sekitarnya sampe ketawa-ketawa. :/ Yang lebih parah, pas Leo jalan di koridor, cewek-cewek ngeliatin dia dengan pandangan nggak suka (karena tau apa yang dia bilang ke Sylvia itu termasuk pelecehan). Leo dengan santai (dan sengaja!) tersenyum manis ke arah mereka, dan cewek-cewek ini auto meleleh.

“Siapa yang bisa ngebenci gue kalo gue cakep, punya mobil, dan ramah?” Ini pikiran Leo setelah ga ada yang jadi melototin dia. *sigh *capeeeek

—hlm. 98; “Ah, Leo. Leo-nya yang baik.” Makin capek lagi pas di hlm. selanjutnya, Spiza bersyukur bukan dia yang dilecehin Leo. Sintiiiiing TwT

Sebenernya, Leo ini walking red flag. Dia problematik banget dan omongannya toxic. Dia nggak nganggep anggota gengnya sebagai temen, berkali-kali bilang Leo cuma mau manfaatin mereka. Dia juga sempet ngomong ke ibunya kalo dia nggak butuh diperlakukan baik. Dan ketika orang-orang terdekatnya, yang selama ini peduli sama Leo, beneran pergi, Leo malah gaslighting. Dia bilang “selalu aja mereka yang ninggalin aku, nggak betah sama aku,” blablabla... padahal ya apa sih yang bisa diharapkan kalo Leo sendiri nggak bisa menghargai ketulusan orang? Makan tuh sikap sok tangguh petantang-petenteng kayak nggak bakal butuh.

Aku juga nggak seneng cara Luthfi memaklumi “kejahatan” Leo. Leo dibela karena background keluarganya nggak baik-baik aja, bahwa yang dia alami berat, dan bahwa sebenernya Leo frustrasi, cuma dia nggak tau cara mengungkapkan perasaannya.

Well, flash news buat Luthfi, hanya karena ada masalah bukan berarti seseorang bisa bertingkah sembarangan dong. Apalagi sampe nginjek-nginjek temen sendiri. Ini Luthfi, Adi, dkk masih mau aja jadi bulan-bulanan Leo. Sadar dong kalo kalian tuh cuma dimanfaatin, diinjek-injek secara ga langsung. Penyakit kok malah dipelihara. =w=

Ayah Leo pun sama, malah dibela dan dianggep berperikemanusiaan sama Kazi (anak terakhir) cuma karena bisa nangis. Terus Leo masih ngerasa nggak adil, nyalahin ayahnya karena kondisi ibunya di hlm. 260. Padahal kalo dipikir-pikir lagi, pilihan ibunya itu karena omongan jahat Leo juga. Kalo dia nggak ngomong macem-macem, adegan ekstrem itu juga nggak bakal terjadi lah. Kocak.

Leo juga punya masalah temperamen. Dia ngebentak Spiza, banting barang di depan cewek itu, bikin Spiza ketakutan. Dan dengan amarah yang meledak-ledak gitu, Leo nggak pernah sekali pun kepikiran buat ke psikolog atau psikiater. Setelah adegan klimaks yang lumayan ekstrem itu, tiba-tiba Leo baikan sama sahabat dan keluarganya. Terus tiba-tiba aja dia berubah lebih kalem tanpa obat penenang maupun konsultasi. Bukan berarti orang harus berubah setelah ngobat sih, tapi yaaa nggak masuk akal aja. TwT

Overall, cerita ini nggak cocok buatku. Premisnya bagus. Diksinya juga lumayan. Tapi, plot dan alurnya berantakan. Banyak banget informasi yang mau dimasukkan, tapi jadinya berlepotan. Nggak bisa ngejaga ritme cerita, dan akhirnya nggak satu pun tokoh di sini bikin aku bersimpati.

Gaya bahasanya juga bikin pusing—penulis terlalu banyak pakai narasi daripada deskripsi. Action-nya kurang. Semua serba dijelasin. Nggak ada ruang buat bernapas, apalagi buat berimajinasi.

Emotional bonding antara Leo sama Spiza juga kurang. Leo sama Iris aja nggak kerasa sedeket itu, jadi Leo terkesan marah-marah nggak jelas doang. Apalagi Iris sempat dia sebut pengkhianat cuma karena ketabrak mobil. Yaa dia kan nggak bisa milih kapan bakal kena musibah, Le. 6=w=

Paling pol chemistry yang ngena ya Adi sama Leo di hlm. 283—itu pun Leo sampe salting, fellas. Dan aku masih gregetan kenapa ceritanya se-kentang ini. :')

Jadi ya, ⅖ bintang cukup lah yaa. (;-ะท)⭐⭐

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”. Contoh:

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag

Writing Prompt

#NulisRandom2017 #NulisBuku #Day1 Di hari pertama nulis random , aku mau bagi-bagi ”kecurangan” waktu nulis, yakni writing prompt . Writing prompt itu semacam trigger buat nulis, inspirasi yang udah disediain. Jadi kayak menjemput ide dalam arti harfiah. Banyak writing prompt yang bisa ditemuin dari internet, salah satunya Pinterest. Mulai dari dialog, plot, nama tokoh, sampe topik tertentu yang bikin mikir atau bahkan gatel pengin cepet-cepet nulis. Personally , aku suka nulis yang ringan-ringan ( karena yang berat mending buat tugas doang #eh ), terutama di blog. Jadi, dari tiga gambar writing prompts di bawah, aku paling suka yang AU ( alternative universe ) sama pertanyaan untuk mengenal seseorang.  (Yang 200 Questions to Get to Know Someone  agak blur; mungkin kalo cari lagi di Pinterest ada yang lebih jelas, hehe.) Taken from Pinterest Selama tiga puluh—atau, 29—hari ke depan, beberapa topik aku ambil dari gambar-gambar ini. Sebagai o