Belakangan, aku baca-baca tentang Melbourne High
School Australia di internet. Dari sana, aku dapet banyak banget inspirasi.
Mulai dari logo (publik dan regal) sekolah, tes masuk, sampe asrama.
Aku jadi
terinspirasi buat bikin entri tersendiri soal tips membuat sekolah fiktif.
Terutama, karena aku lebih sering nulis latar sekolah—dan bakal ngebosenin kalo
sekolah buatanku gitu-gitu aja, wkwkw (ketahuan ya).
1.
Pertama, coba pikirkan nama yang cocok buat sekolahmu
Pilih nama ini agak tricky sih. Ada yang namanya “normal”, misal pake kata bangsa, nusa, surya, garuda—pokoknya kata nggak asing yang
artinya langsung bisa dimengerti. Tapi, biasanya ada juga yang pake nama
Sanskerta. Nama-nama Sanskerta biasanya bagus-bagus. Kalo udah nemu yang cocok bisa
sampe ngebayangin mau dibikin kayak apa.
Contoh: di ceritaku Berlawanan,
aku pake dua SMA—Penabur Ilmu sama Nala Dewa.
2.
Denah sekolah
Denah ini nggak perlu muluk-muluk sampe mikirin blueprint ala arsitek gitu sih.
Sederhana aja, digambar di aplikasi Paint (atau aplikasi lain, sesuai selera
masing-masing) dalam bentuk kotak-kotak. Misal, bagian kotak depan dibuat
halaman sama lobi, di tengah-tengah tempat kelas sama lab, di belakang ada
lapangan, gerbang belakang—sesuka kreativitas deh.
Hal lain yang bisa
dipake buat mengoptimalkan denah ini adalah: cari gambar di Pinterest. Buka aja
architecture tertentu gitu. Terus
bayangin, tempat-tempat itu termasuk bangunan sekolah. Seru juga, kan, kalo ada
bangunan melengkung, atau dipenuhi tanaman, yang bikin sekolah fiktifmu kerasa
ciri khasnya.
Berikut gambar dari Pinterest yang menginspirasi:
Lobi SMA Nala Dewa, dibikin ala mal gitu |
Koridor SMA Nala Dewa— temanya dibikin penuh kayu |
Lapangan olahraga di samping koridor, SMA Nala Dewa |
Koridor ke gedung ekskul, SMA Nala Dewa |
Halaman dalam SMA Penabur Ilmu |
Gedung fasilitas SMA Penabur Ilmu: TU, UKS, ruang guru |
3.
Sistem sekolah
Sistem ini termasuk seragam, logo, motto—bahkan
kurikulum dan fasilitas tertentu. Misal, kayak di Melbourne High School, warna khasnya adalah merah, hijau,
sama hitam. Itu bisa dijadiin warna khas seragam sama logo mereka.
Terus, di MHS juga,
ada tradisi perlombaan antar-asrama. Perlombaan ini mencakup olahraga, musik,
sama debat. Dan, “parah”-nya, tradisi lomba mereka berguna pas tanding sama
sekolah lain—kayak North Sydney Boys High School sama Adelaide High School. Dua
tahun berturut-turut poinnya bisa paling tinggi. Tradisi kayak gitu cocok kalo
kalian pengin bikin tema tertentu dan memasukkan tema itu ke latar tempat.
Kalo kurikulum, bisa
dibikin khas dari pelajarannya yang dibikin rumit (kalo isinya anak pinter
semua), atau yang kreatif. Kebetulan kalo di MHS, baik prestasi akademis maupun
non-akademis sama-sama jalan. Mereka juga ngadain program pertukaran pelajar—well, siapa tahu tokohmu narget ke luar
negeri buat ketemu siapa gitu. Jadi harus masuk SMA prestisius kayak gini dulu.
Terakhir,
fasilitas. Fasilitas ini, kalo digali lebih dalam, bisa ngasih dasar plot yang
berguna buat cerita. Misal, sekolahnya borjuis. Gedung ekskul ada, panggung buat
pensi ada, lab sama aula semua ada.
Tapi, beberapa
murid agak seret kalo harus ngeluarin SPP—akhirnya jadi masalah. Terus, mau
nggak mau, mereka kudu pindah—atau tetep di sekolah itu, dengan syarat-syarat
tertentu. Menang olimpiade, misalnya; atau nggak boleh makan di kantin sana,
sampe nggak boleh kalo nilai rapornya turun. (Buset dah, ini terinspirasi dari
mana aja, wkwkw.)
Selanjutnya, kayak
kantin, UKS, atau pembagian kelas (dan suasana belajarnya) bisa disesuaiin sama
kebutuhan ceritamu. ^3^
4.
Copy the Master
Kalo udah sering mikirin judul, denah, sistem—semua dari
kepala sendiri, lama-lama bosen. Lama-lama kekurangan ide juga. Dan, inilah saatnya
kamu copy the master.
Kamu bisa cari popular high schools di Amerika, Inggris,
atau Australia (kayak, lagi-lagi, MHS—wkwk). Dari sana, kamu lihat segala macem
yang terjadi, dan kamu jadiin kerangka kasar buat sekolah fiktifmu. Jadi, kamu kayak
udah punya gambaran mau nulis apa, dan isinya tinggal kamu ubah pake imajinasimu
sendiri. :3
Bonus:
Alasan Tokoh
Nah, ini bukan termasuk ke hal-hal fisik lagi; tapi
lebih ke... alasan tokoh. Memang, nggak semua tokoh harus punya alasan sekolah
di situ. Tapi, kalo ceritanya berbasis masalah di sekolah, alasan dia sekolah
di situ juga bisa jadi seru. Kayak Tae Woon di School 2017, misalnya—dia anak direktur, terus punya masa lalu
kelam di sana, sampe akhirnya memutuskan berbuat lebih. Keputusannya itu pun
didasari fakta kalo sistem sekolahnya bobrok. Akhirnya, meski cuma masalah
sekolah, konfliknya bisa beragam.
Atau, Harry Potter.
Dia harus sekolah di Hogwarts karena dia penyihir, dan Hogwarts adalah sekolah
sihir.
Alasan ini, selain
bisa memperkaya informasi seorang tokoh, juga bisa memperkaya informasi tentang
sekolah. Lumayan buat brainstorming,
hwhw.
Itulah tips-tips yang bisa kupikirkan kubagi
untuk bikin sekolah fiktif. Kalian bisa bersenang-senang mikirin sekolah yang
tepat buat tokoh dan plot. Plus menggali lebih banyak kemungkinan soal konflik
dan jalan cerita.
Akhir kata,
semangat menulis dan semoga sekolah buatanmu membekas di benak pembaca!
>3<
Komentar
Posting Komentar