Langsung ke konten utama

Motivasi, Tujuan, Konsep, dan Pesan Moral

Akhir-akhir ini, aku “disibukkan” dengan macam-macam pertanyaan seputar motivasi dan tujuan tokoh. Berkali-kali, aku menggali, berusaha dapet pencerahan supaya benang merah ceritaku kelihatan. Berkali-kali juga, aku mengganti keberpihakan mereka; supaya—mungkin—ada sesuatu yang bisa dijadikan konflik, sesuatu yang… berlawanan.

Di samping motivasi dan tujuan tokoh, pikiranku kembali terusik soal pesan moral. Kalo ada yang tanya apa premis ceritaku, gimana progres tokohku sepanjang cerita, kenapa mereka bisa gitu, dan lain-lain; aku kemungkinan besar masih bisa jawab. Begitu muncul pertanyaan tentang pesan moral, hm, kagok deh.

Akhirnya, tadi malem, instingku bilang, tonton ulang aja adegan klimaks di Angry Bird. Dan, pagi ini, aku kepikiran empat sekawan alias Skipper-Kowalski-Rico-Private di The Penguins of Madagascar.


Motivasi dan Tujuan Tokoh

Beberapa hari yang lalu, pas ikut kelas PLOT-nya Kak Rosi L. Simamora, kami dikasih tahu bahwa motivasi dan tujuan tokoh itu udah harus ditentuin dari awal. Waktu itu, aku mikir, semua-mua dari tiap tokoh tuh harus berlawanan. Padahal, mereka bisa tetep punya konflik meski tujuan dan motivasi mereka sama!

Ambil contoh dari The Penguins of Madagascar. Di awal, empat pinguin itu diculik sama Dr. Octavius Brine. Si gurita itu mau mencelakai banyak pinguin menggunakan Medusa Serum. Akhirnya, Skipper dkk berencana menggagalkan rencana Octavius, “dibantu” sama Classified dan agennya yang lain dari The North Wind.

all pictures taken from Google

Karena bertujuan sama, harusnya, Skipper nggak punya konflik apa pun sama timnya sendiri, kan. Tapi, ternyata, dari awal udah ditunjukin lewat Private. Anggota paling muda itu ngerasa, Skipper jarang merhatiin dia. Apa-apa selalu muji Rico, kalo nggak gitu Kowalski. Jadi, pas sampe klimaks, konflik ini terjawab—apa Skipper akhirnya bisa ngandalin Private buat nyelesaiin masalah? Kalo iya, apa mereka berhasil? Apa mereka selamat?

Konflik lain muncul antara Classified sama Private. Meski tujuan mereka sama, cara mereka beda. Classified selalu mau semuanya dipertimbangkan masak-masak. Nggak pernah spontan dan langsung action di tempat kayak yang biasa Skipper lakukan. Ini pun terjawab di akhir, dan jadi twist yang oke.

Pada akhirnya, konflik tetep bisa muncul di antara tokoh selama karakter mereka kuat dan mendukung plot utama. Dan, latar belakang tuh penting! Jadi, reaksi plus tindakan mereka buat mencapai tujuan yang sama itu bisa tetep beda-beda. (Dari tadi aku mikir konfliknya Rico sama Kowalski, tapi agak lupa-lupa ingat. Makanya ambil dari Private doang. #nahlho)


Konsep dan Pesan Moral

Ini nih, bagian yang paling kutunggu-tunggu. #eak

Aku punya satu argumen yang selalu kuandalkan kalo berhubungan sama Konsep dan Pesan Moral. Nggak bisa dimungkiri, aku sendiri minder kalo tahu ceritaku nggak punya pesan moral; sementara banyak orang lain di luar sana berhasil mencapai konsep sekaligus pesan moral di cerita mereka. Nah, argumenku adalah: lebih baik punya konsep tanpa pesan moral, daripada punya pesan moral tapi nggak jelas konsepnya apa. Bisa ngglambyar entar.

Oke, sebelumnya, aku mau ngasih tau definisiku tentang konsep. Menurutku, konsep tuh sebab-akibat di suatu cerita, sangkut-paut dan benang merah, the core of the entire universe. Udah jadi rahasia umum bahwa cerita yang baik adalah yang konsepnya intact. Semua yang muncul dan disebutin punya kemungkinan berguna di masa depan—dan kalo adegan atau sesuatu itu terjadi tanpa dasar yang jelas, yha, mungkin ada yang salah atau kedodoran.

Banyak cerita dan film yang tokoh-tokohnya bisa seliwar-seliwer ngomongin quote bijak, dan sebenernya, quote itu berguna di bagian akhir. Minimal mewakili kondisi mereka saat itu.

Misal, pesan moral yang muncul di klimaksnya Angry Birds. Sebelumnya, ada adegan burung hantu yang bilang, “Anger is not always the answer.” Kelihatannya nggak penting, dan tanpa alasan. Ternyata, pesan itu berguna di bagian klimaks, waktu Red mau ngalahin raja babi dan nyelametin diri sendiri.



Contoh lain bisa dilihat dari serial TV The 100. Di season kedua, Clarke punya dilema antara nyelametin temen-temennya, atau nyelametin penduduk Mount Weather. Pasalnya, orang-orang di gunung itu sering ngambil keuntungan dari penduduk lain tanpa pandang bulu. Dan meski Clarke percaya merekalah yang jahat, Clarke sebenernya nggak sampai hati kalo harus ngorbanin mereka demi nyelametin rakyatnya sendiri.


Tindakan final Clarke, bagaimanapun, menjawab banyak quote yang sebelumnya muncul. Dari Bellamy: leaders do what they think is right, dari Abby—mama Clarke sendiri: maybe there is no good guy, juga dari Kane tentang kemanusiaan (lupa gimana, intinya mereka baru bisa memikirkan kemanusiaan setelah menyelamatkan rakyat; dan meski baru muncul di season empat, kutipan Kane tetep berhubungan sama tindakan Clarke itu, juga tindakan Clarke di season berikutnya).

Akhirnya, aku paham—argumenku tadi mungkin salah, tapi nggak sepenuhnya bisa diabaikan juga. Ceritaku nggak punya pesan moral, mungkin karena konsepku nggak butuh pesan moral itu.

Kalo aku mau bikin cerita dengan pesan moral, pesan itu harus muncul karena suatu alasan. Pesan itu harus berguna, entah dalam kondisi yang lagi dijalani tokoh, atau untuk menjawab tindakan mereka, atau justru memicu solusi kayak Red di Angry Bird tadi.

Aku nggak bisa tiba-tiba bilang, “Perbuatan X salah lho!” kayak yang kulakukan di 29 Bunga. Aku harus tetep nunjukin ke pembaca, lewat tindakan tokoh, kenapa si X bisa salah. Atau seandainya ada tokohku yang bilang gitu, dia harus ngelewatin banyak rintangan badai dan halilintar dulu. Kayak Ra Eun Ho di School 2017 ke gurunya, pas dia nggak diberi tahu ada lomba seni.


Memang sih, kelihatannya saklek banget. Apa-apa harus punya alasan. Apa-apa harus nurut konsep. Tapi, buat aku, inilah cara nulis yang paling bisa kuaplikasikan. Aku butuh alasan dan hubungan sebab-akibat itu, supaya pas ngerevisi juga jelas mana yang salah, keluar dari garis, dan bisa segera diperbaiki. (Ngurus plotnya 29 Bunga jadi gembel gara-gara konsepnya belum jelas sampe sekarang lho. :P) Dan, karena konsep juga, aku ngerti banyak tentang dinamika tokoh, mulai dari latar belakang yang membentuk keputusan mereka, sampe reaksi apa dan konflik macam apa yang bisa dimunculkan.

Jadi, kalo ada yang kurang sreg sama cara yang kupake, ya nggak masalah. Orang-orang yang bisa ngelibatin pesan moral dengan natural di cerita mereka emang hebat. Dan aku nggak bakal nyalahin diri sendiri terus-terusan cuma karena aku nggak melakukan apa yang orang lain lakukan.


Ya, doain aja aku tetep inget cara bikin konsep, supaya ke depannya pas bikin cerita aku tetep lancar. Wkwkwk. >w<

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhiran "-in" dan "-kan"

Awal aku ngerti ada orang yang salah pake akhiran “-kan” di akhir kalimat tuh pas baca satu novel romance  empat tahun lalu. Di situ, “pelukan” ditulis “pelukkan”; padahal maksudnya menunjukkan kata benda, bukan kata perintah buat memeluk seseorang. Terus, “meletakkan”—yang K-nya dua —ditulis “meletakan”. Kesalahan itu berlanjut di sepanjang buku, dan bacanya nggak nyaman banget. Belakangan, aku juga nemu banyak kesalahan serupa di novel-novel yang udah terbit (baik yang beberapa tahun lalu, maupun yang baru-baru ini). Dan, seolah nggak mau kalah, media sosial pun jadi ladang kesalahan akhiran  “-kan”, juga “-in”, berkembang biak. Pembaca yang budiman, tolong dipahami, huruf K di akhiran “-kan” ditulis SATU kalo kata dasarnya berakhir dengan huruf K. Contoh: tunjuk jadi menunjukkan , renyuk jadi merenyukkan , letak jadi meletakkan , masuk jadi memasukkan . Dan lain-lain. Kalo kata dasarnya nggak berakhir dengan huruf K, ya udah, tinggal ditambahi akhiran “-kan”....

Teori Nge-Ship Tokoh Supernova

Beberapa hari (sekarang udah minggu?) setelah baca Inteligensi Embun Pagi, aku nggak bisa move on sama sekali. Banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan alhasil, teori-teori berjejalan di kepala. Mulai murni soal tiga entitas, sampe ngelibatin tokoh-tokoh yang ku-ship. Entri kali ini bakal memuat jauh lebih banyak spoiler ketimbang entri review biasanya. Jadi, buat yang udah tuntas baca IEP, silakan membaca. Yang betah intip-intip sampe ngerti ending-nya duluan, ya, silakan. Risiko ditanggung sendiri-sendiri. :") ••• Bodhi Liong & Ishtar Summer Semua orang tahu cerita Supernova bermula dari kejar-kejaran Anshargal sama Omega. Ishtar, alias Omega, bertahun-tahun nungguin Alfa dan berencana ngonversi kekasihnya jadi Sarvara. Intinya, Ishtar ini nggak bisa move on selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun cuma demi nungguin Alfa. Di IEP, adegan Ishtar berakhir dengan menghilangnya dia di deket portal. Nah, konsekuensi perbuatan Ishtar itu jelas ngegag...

Writing Prompt

#NulisRandom2017 #NulisBuku #Day1 Di hari pertama nulis random , aku mau bagi-bagi ”kecurangan” waktu nulis, yakni writing prompt . Writing prompt itu semacam trigger buat nulis, inspirasi yang udah disediain. Jadi kayak menjemput ide dalam arti harfiah. Banyak writing prompt yang bisa ditemuin dari internet, salah satunya Pinterest. Mulai dari dialog, plot, nama tokoh, sampe topik tertentu yang bikin mikir atau bahkan gatel pengin cepet-cepet nulis. Personally , aku suka nulis yang ringan-ringan ( karena yang berat mending buat tugas doang #eh ), terutama di blog. Jadi, dari tiga gambar writing prompts di bawah, aku paling suka yang AU ( alternative universe ) sama pertanyaan untuk mengenal seseorang.  (Yang 200 Questions to Get to Know Someone  agak blur; mungkin kalo cari lagi di Pinterest ada yang lebih jelas, hehe.) Taken from Pinterest Selama tiga puluh—atau, 29—hari ke depan, beberapa topik aku ambil dari gambar-gambar ini. ...